Pages

Ads 468x60px

Senin, 01 Desember 2014

Konsep Materialis Historis menurut Karl Marx

I. Pengantar

“Materialis Historis” merupakan salah satu pandangan Karl Marx yang penting dan menarik dalam mengulas masyarakat dan sejarah manusia. Dalam pandangan ini, manusia hanya dapat dipahami selama ia ditempatkan dalam konteks sejarah. Manusia pada hakekatnya adalah insan bersejarah. Sejarah manusia tersebut terpatri dalam peristiwa-peristiwa masyarakat sehingga seyogyanya pada saat yang sama sejarah juga diletakan dalam keterkaitan dengan masyarakat.



Saya sangat tertarik dengan pandangan ini dan ingin menelaah lebih dalam tentangnya melalui paper ini. Adapun sistematika dari paper ini adalah sebagai berikut. Pertama, Pengantar: memberikan gambaran umum tentang tulisan ini. Kedua, Riwayat Hidup Karl Marx: menguraikan secara singkat tentang siapa Karl Marx, pokok-pokok pemikirannya, karya-karya dan tokoh-tokoh yang mempengaruhinya. Ketiga,penafsiran sejarah sebelum Marx. Keempat, Pandangan Materialis Sejarah: memaparkan tentang pengertiannya, sosialisme ilmiah, prinsip dasar, basis dan bangunan atas, tahap perkembangan sejarah dan mekanisme perubahan masyarakat. Kelima, Tanggapan Kritis penulis. Dan keenam, Kesimpulan.

II. Riwayat Hidup

Karl Marx lahir pada 5 Mei 1818 di Trier, perbatasan Barat Jerman yang waktu itu termasuk Prussia. Marx merupakan keturunan Yahudi dan ayahnya seorang pengacara. Dalam usia enam tahun dia dibaptis masuk agama protestan. Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di kota kelahirannya, dia masuk dalam Universitas Bonn, lalu pindah ke Universitas Berlin. Pada awalnya, dia studi ilmu hukum karena disuruh oleh orang tuanya, tetapi ia lebih berminat menjadi penyair dan belajar filsatat di Berlin. Di sana Marx bergabung dalam kelompok  yang disebut Doktorclub, yang tak lain adalah salah satu kelompok Hegelian Muda yang menggunakan filsafat Hegel sebagai alat kritik terhadap kekolotan  negara Prussia.  Kegiatannya dalam kelompok tidak berlangsung lama karena dia merasa tidak puas terhadap kecenderungan teoritis kelompok ini. Marx melanjutkan studinya di Universitas Jena dan meraih gelar doktor di sana pada usia dua puluh tiga tahun (1841) dengan disertasi berjudul Perbedaan Filsafat Alam Demokritos dan Epikuros.

Setelah lulus, Marx pindah ke Koln dan bekerja sebagai editor utama surat kabar Die Rheinische Zeitung, sebuah koran liberal-prograsif.  Kegiatan praktis ini menghadapkannya dengan pelbagai problematika sosial, politis dan ekonomis Jerman waktu itu. Sejak saat itu, dia berusaha menemukan kaitan filsafat yang dipelajarinya dengan praktik-praktik sosial. Tak lama kemudian dia pindah ke Paris dan menjadi editor Deutsch-Franzosische Jahrbucher. Selain itu, dia juga menulis sejumlah buku di Paris, yakni: Critique of Hegel’s Philosopy of Right, Introduction dan On the  Jewish Question.

Di Paris dia berjumpa dengan Friedrich Engels, anak seorang pemilik pabrik tenun, yang kemudian akan menjadi sahabat karib dan banyak mempengaruhi pemikirannya. Bersamanya Marx menulis buku  The Holy Family. Selain itu, mereka juga menulis buku The Germany Ideology (tahun 1846) yang memuat rumusan pertama “Materialisme Historis” sebagai inti pandangan Marxisme. Dalam buku inilah Marx menegaskan sosialisme, penghapusan hak milik pribadi bukan sekedar tututan etis melainkan keniscayaan obyektif. Mulai saat itu, dia menganggap dirinya sebagai penemu “sosialisme ilmiah”, sosialisme yang berdasarkan analisis ilmiah terhadap hukum perkembangan masyarakat. Pada permulaan tahun 1845, dia diusir dari Paris atas permintaan pemerintah Prussia dan pindah ke Brussel. Di kota ini, bersama Engels, dia menerbitkan Manifesto Komunis yang termasyur itu. Selama revolusi  yang menyapu Eropa tahun 1848, dia dan keluarganya diusir juga dari Brussel dan menetap di London sampai akhir hidupnya.

Marx menghabiskan sebagian besar waktunya di London dengan menulis (ia meniggalkan akasi-aksi konspiratif dan revolusioner dan memusatkan perhatian pada pekerjaan teoritis). Dalam berbagai tulisannya, Marx memaparkan pokok-pokok pandangan materialis historis dan mengklaim  bahwa kapitalisme mengandung benih kehancuran dalam dirinya sendiri dan kehancuran itu niscaya akan menghasilkan masyarakat sosialis. Akhirnya, tahun 1867, Marx membuktikan ramalan kehancuran kapitalisme dan keniscayaan sosialisme dalam bukut utama dari karyanya: Das Kapital, yang edisi kedua dan ketiganya baru diterbitkan oleh Engels setelah Marx meninggal dunia. Kondisi keluarganya memburuk dan terlantar. Sahabatnya, Engels banyak membantu keuangannya.  Marx meninggal pada tahun 1883.


III. Penafsiran Sejarah Sebelum Marx

Sebelum Marx, sejarah ditafsir dari berbagai pendekatan. Pertama, orang menganggap bahwa penggerak dari seluruh kejadian adalah keberlakuan ketentuan Tuhan. Ragam serta corak perkembangan segala kemajuan manusia adalah melaksanakan kehendak Tuhan. Salah satu kekurangan pendekatan ini adalah tidak dapat menghindari diri dari kenyataan bahwa manusia tidak pernah secara pasti mengetahui kemauan Tuhan. Kedua, pendekatan sejarah secara politis yang mengatakan bahwa penggerak sejarah adalah kaisar-kaisar, raja, para ksatria dan serdadu, pembuat undang-undang serta politisi. Kelompok ini memandang sejarah dunia hanyalah biografi dari orang-orang besar yang mengambil bentuk berupa manusia yang bertindak sebagai dewa, sebagai nabi, orang suci, penyair, penulis dan sebagai raja. Kelemahan utama penafsiran sejarah macam ini adalah mengabaikan aspek kultural, ekonomi, sosial dan agama. Ketiga, pendekatan sejarah idealis dengan mengedapankan ide-ide sebagai sebab utama timbulnya proses sejarah. Keempat, penafsiran sejarah dengan melihat pergolakan  dan peperangan yang terjadi dalam sejarah kehidupan manusia.

Berbeda dengan penafsiran yang telah disebutkan sebelumnya, Marx dengan materialism sejarah-nya bertumpu pada dalil bahwa produksi dan distribusi barang-barang serta jasa merupakan dasar untuk membantu manusia mengembangkan eksistensinya. Marx memahami masyarakat dalam kerangka struktur, yakni basis dan lapisan atas. Sedangkan motor penggerak sejarah adalah peristiwa-peristiwa ekonomi. Basis gerakan masyarakat adalah kondisi-kondisi material. Produksi kebutuhan-kebutuhan material manusia menentukan bentuk dan perkembangan masyarakat.

IV. Pandangan Materialis Historis

a. Istilah “Materialis Historis”

Marx menggunakan istilah “materialisme” untuk menunjukkan bahwa kegiatan dasar manusia adalah kerja sosial, bukan pikiran. Di sini dia menerima pengandaian Feuerbach bahwa kenyataan akhir adalah obyek indrawi tetapi obyek indrawi ini harus dipahami sebagai kerja atau produksi. Istilah “sejarah atau historis” mengacu pada Hegel yang pengadaian-pengadaiannya tentang sejarah sebagai proses dialektis diterima oleh Marx. Tetapi kata sejarah dalam filsafat Marx sudah memiliki pengertian lain.  Sejarah tidak lagi menyangkut perwujudan diri Roh, melainkan perjuangan kelas-kelas untuk mewujudkan dirinya mencapai kebebasan. Tesis dan antitesi bukan manyangkut Roh subyektif dan Roh obyektif, melainkan menyangkut kontradiksi-kontradiksi dalam hidup bermasyarakat, khususnya dalam kegiatan ekonomi dan produksi. Sintesis akan dicapai dalam bentuk penghapusan alienasi, yakni manakala hak milik dihapus dan masyarakat tanpa kelas ditegakkan. Jadi, materialisme historis adalah pandangan yang menyatakan bahwa perkembangan sejarah dipengaruhi oleh kondisi kehidupan nyata manusia, yaitu cara produksi atau sistem ekonomi.

b. Sosialisme Ilmiah

Sosialisme Marx berbeda dari sosialisme lain karena sosialisme Marx berdasarkan pada penelitian syarat-syarat obyektif perkembangan masyarakat. Marx mengklaim bahwa sosialismenya adalah “sosialisme ilmiah” (istilah dari F. Engels). Marx menolak pendasaran sosialisme  pada pertimbangan moral melainkan pada pengetahuan hukum-hukum obyektif perkembangan sejarah. Dengan hukum obyektif tersebut Marx dapat menjelaskan mengapa sampai terjadi hak milik pribadi atas alat-alat produksi, bagaimana struktur-struktur kekuasaan dalam masyarakat dan faktor-faktor apa yang menentukan perubahan. Hukum dasar perkembangan masyarakat adalah produksi kebutuhan-kebutuhan material manusia menentukan bentuk masyarakat dan perkembangannya.

c. Prinsip Dasar: Keadaan dan Kesadaran

Prinsip dasar dari pandangan materialisme historis terungkap dalam kalimat, “it is not the consciousness of men, that determines their being, but on on the contrary, their social being that determines their consciousness.” Pernyataan ini mau mengungkapkan bahwa menurut Marx yang menentukan perkembangan masyarakat bukan kesadaran melainkan keadaan masyarakat yang nyata. Keadaan tersebut menyangkut produksi atau pekerjaannya. Manusia ditentukan oleh produksi mereka, baik apa yang diproduksikan maupun cara mereka berproduksi, bukan apa yang dipikirkan. Jadi individu-individu tergantung pada syarat-syarat material produksi mereka. Pandangan ini disebut materialis karena sejarah manusia ditentukan oleh syarat-syarat produksi material. Syarat-syarat produksi material tersebut menentukan adanya kelas-kelas sosial; keanggotan dalam kelas sosial menentukan kepentingan orang; dan kepentingan menentukan apa yang dicita-citakan, apa yang dianggap baik dan buruk.

d. Basis dan Bangunan Atas

Dalam pandangan materialisme historis, Marx membagi lingkungan kehidupan manusia dalam dua bagian besar, yakni: basis dan lapisan atas. Basis adalah bidang “produksi kehidupan material” sedangkan  lapisan atas adalah proses kehidupan sosial, politik dan spiritual”.  Kehidupan lapisan atas ditentukan oleh kehidupan dalam basis.

Basis ditentukan oleh dua faktor: tenaga-tenaga produktif dan hubungan-hubungan produksi.  Tenaga-tenaga produktif adalah kekuatan-kekuatan yang dipakai oleh masyarakat untuk mengerjakan dan mengubah alam. Ada tiga unsur yang termasuk di dalamnya: alat-alat kerja, manusia dengan kecakapan masing-masing, dan pengalaman-pengalaman dalam produksi (teknologi). Hubungan-hubungan produksi adalah hubungan kerjasama atau pembagian kerja antara manusia yang terlibat dalam proses produksi. Hubungan tersebut bukanlah hubungan antara orang yang kebetulan bekerja berdampingan melainkan struktur pengorganisasian sosial produksi. Misalnya, pemilik modal dan pekerja. Hubungan-hubungan produksi selalu berupa hubungan kelas, tepatnya struktur kelas yang konkret dan terperinci dari sebuah masyarakat. Ciri khas basis adalah pertentangan antara kelas-kelas atas dan kelas-kelas bawah. Struktur kelas ini pada hakikatnya ditentukan oleh sistem hak milik, maka hubungan-hubungan produksi itu sama juga dengan hubungan hak milik. Marx berpendapat bahwa yang menentukan hubungan-hubungan produksi tersebut adalah tenaga-tenaga produktif. hubungan-hubungan tersebut tidak tergantung pada kemauan orang tetapi pada tuntutan obyektif produksi.

Suprastruktur terdiri dari dua unsur: tatanan institusional dan tatanan kesadaran kolektif. Tatanan institusional adalah segala macam lembaga yang mengatur kehidupan bersama masyarakat di luar bidang produksi: organisasi pasar, sistem pendidikan, sistem kesehatan masyarakat, sistem lalu lintas dan terutama sistem hukum dan negera. Sedangkan tatanan kesadaran kolektif memuat segala sistem kepercayaan, norma-norma dan nilai yang memberikan kerangka pengertian, makna, dan orientasi spiritual kepada usaha manusia. Dalam hal ini termasuk pandangan dunia, agama, filsafat, moralitas masyarakat, nilai-nilai budaya, seni dan sebagainya.

Pembagian bidang kehidupan tersebut cukup masuk akal. Namun, Marx berpendapat bahwa basislah yang menentukan bangunan atas. Hal ini dapat dijelaskan demikian: hubungan-hubungan produksi dalam basis selalu berupa struktur-struktur kekuasaan, tepatnya struktur kekuasaan ekonomi. Hubungan tersebut ditandai oleh kenyataan bahwa bidang produksi dikuasai oleh para pemilik. Dengan demikian, struktur-struktur kekuasaan politis dan ideologis ditentukan oleh struktur hubungan hak milik, jadi oleh struktur kekuasaan di bidang ekonomi. Karena bidang ekonomi pada umumnya dikuasai oleh pada pemilik, yang juga menguasai negara sehingga kekuasaan negara selalu mendukung kepentingan mereka. Begitu pula kepercayaan-kepercayaan dan sistem-sistem nilai berfungsi memberikan legitimasi kepada kekuasaan kelas-kelas atas. Dalam artian ini, struktur kekuasaan politis dan spiritual dalam masyarakat selalu mencerminkan struktur kekuasaan kelas-kelas atas terhadap kelas-kelas bawah dalam bidang ekonomi.

G.A. Cohen yang menulis buku Karl Marx’s Theory of History: A Defence (Oxford University Press, 1978) menawarkan sebuah interpretasi terpadu tentang hubungan sentral materialisme historis yaitu hubungan antara kekuatan-kekuatan produksi dan hubungan produksi serta hubungan antara basis dan lapisan atas. Menurut Cohen, keduanya dirumuskan dalam batas penjelasan fungsional. Hubungan-hubungan produksi dijelaskan melalui konsekuensi-konsekuensinya yang menguntungkan bagi perkembangan kekuatan-kekuatan produksi. Begitu juga lapisan atas; hukum, politik, intelektual dengan cara yang sama dijelaskan melalui konsekuensi-konsekuensinya yang menguntungkan bagi pemiliharaan hubungan-hubungan produksi.

e. Tahap-tahap Perkembangan Sejarah

Marx menurunkan tesis sejarah  perkembangan masyarakat, yakni sejarah kemanusiaan yang berubah dari satu formasi sosial ekonomi ke formasi yang lebih baru. Perubahan ini meningkat dalam lompatan-lompatan yang revolusioner. Tahap-tahap perkembangan sejarah yang dimaksudkan adalah sebagai berikut.

Pertama, masyarakat komunal primitif yaitu tahap masyarakat yang memakai alat-alat bekerja yang sifat sederhana. Alat produksi bukan milik pribadi tetapi menjadi milik komunal. Dalam masyarakat ini, orang masih mampu memcukupi kebutuhannya sendiri. Keadaan ini tidak berlangsung lama sebab masyarakat mulai menciptakan alat-alat yang dapat memperbesar produksi-periode zaman batu lalu meloncat kepada pengguna tembaga dan besi. Perbaikan alat produksi pada saat yang sama menimbulkan perubahan-perubahan sosial. Pada titik inilah pembagian kerja tidak dapat dihindari lagi. Pertukaran barang-barang mulai berkembang luas meski mekanisme pasar yang diciptakan masih sederhana. Akhirnya keperluan menghasilkan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang lain semakin meningkat. Kemudian diperlukan kaum pekerja dalam rangka produksi. Hal ini berarti mulai tercipta hubungan produksi dalam masyarakat komunal.

Kedua, masyarakat perbudakan yang tercipta karena hubungan produksi antara orang-orang yang memiliki alat-alat produksi dan orang yang hanya memiliki tenaga kerja. Para pemilik produksi memiliki keuntungan yang berlipatganda sedangkan budak yang bekerja hanya mendapat upah yang minim. Bila pembagian kerja dan spesialisasi menerobos bidang-bidang kehidupan seperti pekerjaan tangan dan pertanian maka spesialisasi itu sekaligus mendorong meningkatkan keterampilan dan perbaikan alat-alat produksi. Kemudian para budak makin lama makin sadar akan kedudukannya (manfaat tenaganya). Mulai timbul ketidakpuasan atas kedudukannya di dalam hubungan produksi.  Ketidakpuasan itu menjadi awal perselisihan dua kelompok: masyarakat budak dan pemilik alat produksi.

Ketiga, masyarakat feodal yang muncul karena runtuhnya masyarakat perbudakan dan ditandai dengan pertentangan di dalamnya. Pemilik alat produksi terpusat pada kaum bangsawan khususnya pemilik tanah. Para buruh tani yang berasal dari kelas budak yang dimerdekakan. Para buruh ini mengerjakan tanah untuk kaum feodal, setalah itu baru mengerjakan tanah miliknya sendiri. Hubungan produksi semacam ini mendorong adanya perbaikan produksi dan cara produksi di sektor pertanian. Dengan demikian, sistem feodal sebenarnya mengubah cara-cara kehidupan sosial. Dari kerangka ini lahir dua golongan kelas di dalam masyarakat, yakni kelas feodal yang menguasai tanah dan hubungan sosial dan kelas petani yang bertugas melayani kelas feodal. Kepentingan kedua kelas ini berbeda-beda. Kelas feodal mengusahakan keuntungan yang lebih besar dengan cara memperlebar sektor usaha lewat pendirian pabrik-pabrik. Akibatnya muncullah pedagang-pedagang yang mencari pasar dan menjual hasil produksi yang selalu bertambah. Fenomena ini melahirkan sistem kapitalis yang menghendaki hapusnya masyarakat feodalisme.

Keempat, masyarakat kapitalis yang menghendaki kebebasan dalam mekanisme perekonomian dan hubungan produksi didasarkan pada pemilikan individual terhadap alat-alat produksi. Sistem kapitalis ini mengakibatkan lahirnya fenomena baru: meningkatkan produksi dengan cara memperbaharui pabrik-pabrik dan modernisasi mesin-mesin dengan menggunakan tenaga uap dan listrik. Di satu pihak, sistem ini memunculkan kerja yang semakin terspesialisasi dan persaingan kaum kapitalis dalam mencari pasaran hasil produksi. Di lain pihak upah buruh sangat minin dan kesejahteraannya tidak terjamin. Kemudian ditemukan dua kelas dalam masyarakat yang kepentingannya saling bertentangan, yaitu kaum proletar (kaum buruh) dan kaum berjouis (kaum kapitalis). Perbedaan kepentingan makin lama semakin memuncak sehingga menimbulkan apa yang disebut pertentangan kelas. Pertentangan kelas ini diiikuti oleh perjuangan kelas yang berakhir dengan terbentuk masyarakat tanpa kelas. Ciri utama masyarakat ini adalah pemilikan yang sifatnya sosial terhadap alat-alat produksi.

kelima, masyarakat sosialis, yakni masyarakat dengan sistem pemilikan produksi yang didasarkan atas hak milik sosial. Hubungan produksi merupakan jalinan kerjasama dan saling membantu dari kaum buruh yang berhasil melepaskan diri dari eksploitasi. Sistem ini menginginkan hapusnya kelas-kelas dalam masyarakat. Namun, usaha untuk menghapus kelas-kelas tersebut bukanlah hal mudah karena sistem kapitalis sebagai penyebab utama penderitaan kaum proletar terlanjur kuat. Oleh karena itu, berbagai cara dan taktik untuk merubuhkannya haruslah mulai dari sistem itu sendiri (karena menurut Marx, sistem kapitalis dengan sendirinya akan hancur) dan cara revolusioner dalam perjuangan kelas.

f. Mekanisme Perubahan Sejarah Masyarakat

Bertolak dari tahap-tahap perkembangan sejarah di atas, menurut Marx perubahan masyarakat merupakan akibat dinamika dalam basis dan bukan dalam bangunan atas. Kita sudah mengulas dinamika kekuatan-kekuatan dan hubungan-hubungan produksi dalam basis yang menentukan arah perubahan dan perkembangan masyarakat. Konsekuensinya, negara jangan diharapkan menjadi agent of change karena negara hanyalah mendukung kekuasaan para pemiliki.  Begitu juga filsafat atau teologi tidak bisa diharapkan untuk membawa perubahan karena mereka justru melegitimasi kekuasaan para pemilik. Jadi, bangunan atas baru berubah jika struktur hak milik berubah. Lalu revolusi akan terjadi dan bersifat politis tetapi selalu berakar dalam revolusi pada struktur hak milik ekonomis yang ada.

Marx berpendapat bahwa setiap perubahan sosial mesti bersifat revolusioner. Sejarah dimengerti sebagai pergantian terus menerus antara keadaan-keadaan stabil dan tidak berubah yang berlangsung lama dan keadaan-keadaan kegonjangan dan revolusi yang berlangsung dalam waktu yang singkat dan menghasilkan struktur-struktur kekuasaan yang baru. Ketika terjadi kelas-kelas dalam masyarakat, maka kelas atas berusaha untuk mempertahankan posisi dan menentang perbubahan. Perubahan baru terjadi ketika kelas-kelas bawah cukup kuat untuk melakukan perjuangan kelas dan mematahkan kelas-kelas atas. Perjuangan ini membutuh jangka waktu yang cukup panjang  di mana semula mereka ditindas dan gagal. Tetapi lama kelamahan daya juang kelas bawah semakin besar dan akhirnya mereka dapat mengalahkan kelas-kelas atas. Kemenangan itulah yang melahirkan struktur masyarakat yang formasinya lebih tinggi. Maka Marx berpendapat bahwa perjuangan kelas adalah motor kemajuan sejarah.

Pertentangan kelas bukanlah faktor yang membuat perubahan karena kelas-kelas atas yang berkuasa menggunakan kekuasaannya untuk mempertahankan struktur sosial (hubungan-hubungan produksi). Hubungan-hubungan produksi selalu antiperubahan dan antirevolusi karena ditentukan oleh kepentingan kelas-kelas atas. Menurut Marx, faktor yang memastikan lambat launnya perubahan revolusioner adalah tenaga-tenaga produktif (alat-alat kerja, keterampilan para pekerja dan teknologi). Tenaga-tenaga produksi merupakan faktor dinamis dalam masyarakat dan berdasarkan logika internal proses produksi mesti berkembang terus. Hal ini dapat dimengerti karena para pemilik berusaha mencari keuntungan yang lebih besar dengan meningkatkan efisiensi tenaga-tenaga produktif. Maka si kapitalis akan terus menerus memperluas, memperbaiki dan merasionalisasikan cara produksi, alat-alat kerja terus dibuat lebih efisien dan keterampilan buruh-buruh ditingkatkan.

Situasinya makin lama makin tidak stabil: tenaga-tenaga produktif terus berkembang menjadi lebih canggih tetapi struktur kekuasaan ekonomis tidak berkembang sama sekali. Kalau semula struktur kekuasaan ekonomi, pola hak milik mendukung kemajuan perekonomian maka sekarang struktur-struktur kekuasaan kuno menghambatnya. Struktur-struktut kekuasaan semakin irasional, yang pada akhirnya tidak cocok lagi dengan dinamika perkembangan perekonomian.

V. Tanggapan

Setelah kita menguraikan secara komprehensif pandangan Marx tentang materialis historis, maka berikut ini akan dijelaskan tentang tanggapan kritis terhadap pandangan tersebut. Pertama, pendapat Marx bahwa kepentingan-kepentingan kelas yang menguasai bidang ekonomi menentukan kebijakan politik dalam suatu negara  masih sangat relevan. Bahkan cara berpikir dan nilai-nilai itu sendiri ditentukan oleh kepentingan-kepentingan vital golongan  sosial masing-masing. Contohnya: dalam konteks Indonesia, banyak undang-undang dan kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada kepentingan para pengusaha (kelas yang menguasai bidang ekonomi) dan pemerintah justru melegitimasi hal  tersebut. Fenomena sekarang juga adalah untuk menjadi pemimpin publik/politis tidak lagi berdasarkan pada kemampuan tetapi sejauh mana kekuatan ekonomi kita untuk mendukung hal tersebut. Tetapi, teori Marx justru bermasalah karena Marx tidak memperhatikan bidang kenegaraan juga mempunyai dampak pada bidang ekonomi dan ideologis. Dan cara berpikir manusia, beragama, dan apa yang dinilai benar dan buruk juga mempengaruhi bidang politik dan bahkan cara manusia berekonomi. Analisis Marx mengesamping dampak timbal balik antara bidang-bidang itu.

Kedua, pembagian bidang kehidupan ke dalam bidang kesibukan langsung masing-masing orang (“basis”), susunan-susunan institusional serta kepercayaan-kepercayaan tampak cukup masuk akal. Namun, Marx hanya menaruh perhatian pada produksi dalam lingkup kesibukan langsung dan mengabaikan bidang hakiki lain dari manusia yaitu komunikasi bebas. Komunikasi bebas ini harus ditempatkan dalam basis karena dia jelas bukan institusionalisasi dan ideologi. Jika komunikasi bebas ditempatkan pada basis di samping pekerjaan maka tidak mungkin untuk menjelaskan perkembangan masyarakat secara eksklusif dari perkembangan-perkembangan bidang ekonomi. Kendala-kendala bidang produksi merupakan acuan bagi perkembangan masyarakat tetapi tidak mungkin menentukannya secara deterministik. Ketiga, pembagian bidang kehidupan manusia dalam “basis” dan “lapisan atas” tidak dapat dipertahankan lagi. Model determinasi searah menyesatkan. Model yang tepat adalah model pengaruh timbal balik. Bisa saja pada tahap sejarah tertentu unsur yang satu lebih dominan, lalu pada tahap yang lain unsur lain lebih dominan. Sejarah tidak ditentukan secara apriori melainkan harus ditentukan secara aposteriori terhadap proses-proses yang nyata-nyata berjalan.

keempat, anggapan Marx bahwa negara atau bidang politik tidak berperan penting dalam perubahan dan ditentukan oleh bidang ekonomi tidak dapat dipertahankan lagi. Banyak negara modern menjadi kekuatan yang mandiri dan berperan penting dalam proses perubahan masyarakat. Sebagian besar penanaman model terjadi lewat negara. Jadi, salah satu kelemahan terbesar teori Marx adalah mengabaikan perang negara dalam perubahan sosial. Ada negara yang dapat mempertahankan dirinya meskipun ekonomi hancur. Contohnya adalah Irak. Kelima, Marx juga tidak cukup menyadari peran ideologi, kepercayaan dan sistem nilai dalam perubahan sejarah. Dalam sejarah, ide-ide juga memang tampak memainkan perenan terutama agama-agama. Selain itu juga, sulit menerangkan secara terperinci cara produksi material akan mendeterminasi pikiran manusia yang dapat diarahkan bebas oleh manusia. Keenam, tidak benar bahwa perubahan sosial harus lewat revolusi tetapi dapat dilakukan juga lewat reformasi. Hal ini nyata dalam perbaikan kedudukan kaum buruh di negara kapitalis Barat. Marx mengabaikan kenyataan bahwa kelas-kelas atas juga terdesark untuk berkompromi dengan  kelas-kelas bawah untuk mempertahankan kedudukan mereka. Jadi tidak benar bahwa keadilan sosial hanya dapat tercapai melalui revolusi struktur-struktur sosial yang ada. Yang benar adalah bahwa tanpa tekanan daria bawah keadilan sosial itu tidak tercipta. Perjuangan kelas-kelas bawah untuk memperoleh hak-hak mereka memang diperlukan untuk membuat kelas-kelas atas mau berkompromi. Jadi, ajaran Marx tentang revolusi di satu pihak dilepaskan tetapi di pihak lain kelas-kelas bawah memang harus memperjuangankan sendiri kemajuan mereka.

VI. Kesimpulan

Pandangan Materialis Historis  merupakan dasar klaim Marx bahwa sosialisme adalah ilmiah. Karena pandangan ini menyatakan bahwa perkembangan sejarah manusia ditentukan oleh kondisi nyata, yaitu produksi atau sistem ekonomi. Jadi, prinsipnya keadaan yang menentukan kesadaran bukan sebaliknya. Marx membedakan dua bidang kehidupan manusia, yakni: basis (kekuatan dan hubungan produksi) dan lapisan atas (tatanan kesadaran institusional dan tatanan kesadaran ideologi). Akibat dinamika dalam basis maka terjadi perubahan dalam masyarakat. Kekuatan ekonomilah yang menentukan perubahan dalam bidang politik dan ideologi.

Pandangan sosialisme ilmiah, pembagian “basis” dan “lapisan atas” dan revolusi dari Marx tidak dapat dipertahankan lagi. Hal ini terjadi karena ada dampak timbal balik antara bidang ekonomi dan bidang politik serta ideologi dalam menentukan perubahan sosial. Selain itu, kenyataan dalam basis tidak hanya pekerjaan tetapi juga ada komunikasi bebas manusia. Untuk mencapai keadilan sosial tidak harus melalui revolusi tetapi juga dapat melalui reformasi. Yang dapat diterima dari pemikiran Marx adalah kepentingan-kepentingan ekonomi pada saat dan bidang tertentu dapat menentukan kebijakan politis dan gaya berpikir orang.


Daftar Pustaka
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2000
Budi Hardiman, Fransisco, Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche, Jakarta: PT Gramedia Pustaka, 2007
Elster, Jon, Karl Marx: Marxisme-Analisis Kritis , Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2000
Magnis-Suseno, Franz, Pemikiran Karl Marx: dari Sosialisme Utopis  ke Perselisihan Revisionisme,  Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003
Marx, Karl and Frederich Engels, The Germany Ideology, New York: International Publisher, 1947
Ramly, Andi Muawiyah , Peta Pemikiran Karl Marx: Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis,  Yogyakarta: LKis, 2000


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

simple text

Gregorius Afioma

Sample Text

Sample Text