Kurangnya berdoa adalah penyebab dari maraknya peristiwa korupsi,
kolusi, pembunuhan,penipuan, pencurian, politik busuk, dan tindakan
kejahatan moral lainnya pada akhir-akhir ini.
Dalam konteks demikian, doa tidak dimengerti hanya karena tuntutan
agama, mewarisi kebiasaan keluarga, demi alasan masuk surga, dan
semacamnya. Doa juga berciri eksistensial. Kita berdoa karena kita
manusia.
Berciri eksistensial
sama dengan melihatnya seperti makanan dan oksigen dari sudut biologis.
Sebagaimana kita butuh keduanya untuk tetap hidup, kita juga butuh dan
selalu berdoa untuk hidup dari segi spiritual.
Nah, bagi umat Kristiani, doa yang berciri eksistensial itu diperlihatkan dalam kehidupan Yesus sendiri.
Belajar dari Yesus
Yesus adalah the great man of prayer.
Dalam keseluruhan injil, ada banyak perikop yang menceritakan Yesus
yang berdoa. Sebelum dan sesudah pengajaran ia berdoa.Ia berpuasa di
padang gurun. Ia mengucap syukur sebelum mengadakan perjamuan. Ia sering
dilukiskan sebagai seseorang yang menarik diri ke tempat yang sunyi
untuk berdoa, bahkan semalaman.
Konsistensi dalam berdoa adalah hal yang patut digarisbawahi dari sikap
Yesus. Tidak penting apakah dalam susah atau senang, ia tetap berdoa.
Hal itu terlihat nyata pada peristiwa di atas kayu salib. Dalam
kesengsaraaan yang luar biasa, ia masih berdoa, terutama bagi para
serdadu yang membunuhnya. “Ya Bapa, ampunilah mereka sebab mereka tidak tau apa yang mereka perbuat”(Luk 23:34).
Bahkan menjelang momen penghembusan nafas yang menandai selesainya eksistensi sebagai manusia, ia berdoa, "Ya Bapa ke dalam tanganMu KuserahkannyawaKu" (Lukas 23:46)
Lebih dari itu,peristiwa di taman Getsemani bukan hanya menunjukkan
konsistensi tetapi juga intensi dari doa. Yesus diselimuti ketakutan
yang luar biasa sebelum memikul salib. Badannya berkeringat.
Murid-muridnya tertidur pulas ketika ia berdoa yang bermandikan peluh
itu.
Uniknya, saat itu Yesus tidak berdoa
untuk membatalkan peristiwa penyaliban. Sebaliknya Ia hanya mendekatkan
diri lagi kepada kehendak Allah. Lebih jujur mengungkapkan segala
ketakutannya.Ia melampaui pertimbangan pragmatis: ia bisa saja
mengingkari salib. Ia tahu bahwa meski harus melewati salib, jalan yang
itulah yang akan membawa kepada kemenangan.
Berdoa sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada kehendak Allah,
terbuka kepada perasaan diri sendiri, dan melampaui pilihan pragmatis
itulah yang sebetulnya kita pelajari dari Yesus.
Hati Nurani
Definisi doa yang saya percayai sejak kecil adalah komunikasi
dengan Allah. Tetapi karena itu terlalu abstrak, doa dapat diartikan
komunikasi dengan diri sendiri. Dalam doa, kita mengungkapkan segala
keluhan, kegelisahan,keinginan, curahan hati, rasa syukur dan lain-lain
secara jujur kepada diri sendiri dan Allah.
Dikatakan jujur karena dalam relasi dengan orang lain, gaya bertutur
kata, gestur,pikiran kita kerapkali dimanipulasi dan disesuaikan dengan
tuntutan lingkungan, situasi, atau kehendak kita sendiri atas orang
lain. Kita dapat saja penuh pencitraan. Sedangkan berdoa menjadi
kesempatan untuk menjadi sejujur-jujurnyamengungkapkan apa yang kita
pikirkan, rasakan, inginkan, dan sebagainya.
Dalam kejujuran kita dengan diri sendiri, hadirlah suatu momen dimana
kita mengadili diri sendiri. Ada sebuah otoritas dalam diri yang
mengadili sedemikian sehingga dalam keadaan tertentu walaupun tak
disaksikan orang, kita merasa bersalah atas apa yang kita buat. Itulah
tuntutan hati nurani.
Hati nurani dalam
perbincangan filsafat mempunyai dua dorongan dasar yakni mengarahkan
kepada kebaikan dan mengelak yang jahat. Jika kita melawannya, kita
seringkali dibayangi rasa bersalah. Itulah yang mendorong orang untuk
mau bertanggung jawab atas kesalahannya. Dalam kaca mata kaum beragama,
ini dipandang sebagai anugerah Allah : hukum yang diberikan Allah dalam
hati manusia untuk mengarahkan perilaku manusia. Sebab manusia
diperlengkapi kekuatan mahadashyat yakni pikiran. Tanpa pengontrol,
kekuatan ini bisa disalahgunakan. Hati nurani adalah pengontrolnya.
Jadi dalam doa, kita bergumul secara intim dengan diri sendiri.
Daripadanya ada kekuatan yang berusaha mengarahkan pikiran kita untuk
bekerja terarah kepada kebaikan dan menghindari yang jahat. Itulah yang
membawa kepada kebebasan hati.
Kurang Berdoa
Persoalan muncul pada saat kita kita kurang berdoa. Dalam artian, kita
kurang berelasi secara jujur dan intens dengan diri sendiri dan
mengingkari panggilan dasar hati nurani.Kekuatan pikiran akhirnya tak
punya kekuatan pengendali.
Bahwa kita
sering datang menghadiri ibadat di hari minggu, doa bersama, atau
menghadiri rangkaian acara keagamaan lainnya belum menjamin kita sudah
“berdoa”. Semua kegiatan doa yang bersifat kolektif bisa saja sangat
artifisial. Seorang pejabat dapat terlihat tekun berdoa, duduk di tempat
terdepan, dan rajin beramal adalah demi pencitraan. Demikian pun para
imam. Bisa saja tampak khusyuk dan mulia saat berdoa hanya karena status
yang dikenakannya.
Terlepas dari diskusi
panjang lebar soal itu, kenyataan bahwa pikiran tanpa dikendalikan hati
nurani bisa dijumpai secara gamblang dalam keputusan-keputusan pragmatis
di bidang politik:apa yang menguntungkan kelompok, keluarga, dan
golongan daripada apa yangmendatangkan keadilan, kebaikan, dan
kepentingan bersama. Tanpa pengontrol,kecerdasan manusia akhirnya
disalahgunakan. Satu orang saja yang bertindak di luar hati nuraninya
akan mengganggu keseluruhan tatanan, apalagi kalau banyak.
Padahal jika mengikuti hati nurani, meskipun melalui jalan yang berliku
dan menderita, kita akan berjalan menuju nilai yang tertinggi. Selain
Yesus, ada begitu banyak orang yang rela berlawanan dengan pendapat
umum, mengingkari kepentingan pribadi dan kelompoknya, bahkan menderita
demi memperjuangkan nilai-nilai tertinggi karena secara jujur mendengar
hati nuraninya. Di situlah, doa memberi kita hidup yang bermakna.
Di tengah guncangan yang menerpa negeri ini, marilah kita berdoa:
mengecek suara hati kitamasing-masing. Sesering dan sedekat mungkin agar
hidup kita lebih bermakna. Barangkali doa demikianlah, Yesus pernah
berkata: “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi .” (Mat 6:6).
Rahmat
-
Dua malaikat sedang melakukan perjalanan. Ketika malam tiba, mereka
berhenti dan bermaksud menginap di sebuah rumah milik keluarga kaya. Keluarga
itu s...
10 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar