Pages

Ads 468x60px

Jumat, 07 November 2014

MEMBERI DARI KEKURANGAN?

Meskipun sudah 25 tahun menjadi pemeluk Katolik dan ditambah hidup di seminari selama hampir belasan tahun serta mendapat pendidikan teologi selama 4 tahun, baru kemarin saya memahmi lebih baik ajaran Yesus tentang “memberi”.

Tentang janda miskin yang menaruh uangnya ke dalam peti persembahan, Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. “(Luk 21: 3) Janda miskin itu memberi dari kekurangannya, bukan dari kelebihannya. Arti "memberi dari kekurangan" itulah yang cukup sulit saya mengerti selama ini.


Namun kemarin seorang bapak, teman syering kitab suci yang berusia sudah enam puluhan tahun dengann rambut sudah memutih semuanya, memberikan ilustrasi yang menarik. Seminggu lalu, di tengah kesibukan kerja sebagai buruh di perusahaan pembuatan panel listrik, bapak tersebut, salah seorang petinggi perusahaan itu, tiba-tiba mengajak untuk berdiskusi soal Kitab suci.Katanya, “ Setahun lalu satu-satunya putera saya meninggal dunia. Sebenarnya saya sudah punya cukup alasan untuk menjauh dari Tuhan. Tetapi ketika saya tetap memilih bertahan dan dengan dengan Dia, saya merasakan kebahagiaan yang tak terkira sekarang.” Saya hanya bisa menatapnya dalam-dalam. Speechless.


Kemarin dalam syering kitab suci, setelah mengisahkan ulang kisah perempuan, si pemberi sedekah yang dipuji Yesus, ia berkata, “ memberi itu tidak dihitung dari seberapa besar jumlah yang kita berikan tetapi seberapa besar yang masih tertinggal sama kita.” Dahi saya tentu saja langsung berkerut.

Dia mengumpamakan begini: Seseorang mempunyai uang 10 ribu. Lalu ia memberikan 9 ribu ke orang lain. Yang tersisa padanya hanyalah seribu. Pemberian tersebut berbeda dari seorang yang mempunyai uang 100 milliar dan memberikan 10 persen darinya kepada orang miskin.

Tengah saya mengangguk-angguk mendengar penjelasannya, ia tiba-tiba bertanya, “manakah yang tersisa lebih sedikit?” Bola matanya menuntut saya menjawabnya dengan lugas. Tapi saya memilih diam.

Lalu ia berkata, “ meskipun 9 ribu tak sebanding besarnya dengan 10 persen dari 100 milliar, tapi kerelaan hanya menyisakan seribu pada dirinya adalah juah lebih besar daripada pemberian yang berjumlah banyak, 10 persen dari 100 milliar.”

Saya lagi-lagi tak menjawabnya selain mendengarnya berbicara panjang lebar. Namun dalam hati, untuk kesekian kalinya saya berujar, “memang ajaran Yesus selalu radikal. Tak salahlah kalau sesekali agak malu juga menyebut diri sebagai pengikutnya.”

Tentang arti pemberian itu, mungkinkah itulah alasan mengapa Yesus pernah berkata bahwa orang kaya sulit masuk kerajaan surga? Tentu saja bukan larangan menjadi kaya, namun keterikatan berlebihan terhadap barang material membuat kita sulit untuk menyisakan sedikit bagi diri sendiri. Menjadi miskin pun ternyata bukanlah hal yang gampang bagi orang “kaya” sebagaimana sulitnya orang miskin menjadi kaya.

Namun ketika meninggalkan dia dari ruangannya, saya teringat pada orangtua. Memberi sampai tak takut kekurangan adalah kebajikan yang selalu diperlihatkan orang tua kepada anak-anakanya. Inila contoh nyata.

Ingin membuat contoh nyata yang lain?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

simple text

Gregorius Afioma

Sample Text

Sample Text