Pada hari Valentine, saya ada janji tukaran coklat dengan teman-teman di kelas. Ketika sedang membungkus kado pada pagi hari, seorang teman menyindir saya. “Apa sih arti cinta menurut kamu?” Saya hanya tertawa meresponnya dan terus membungkus kado agar terkesan indah dan menawan.
Tapi hari ini sebelum ikut acara tukaran kado di kelas, saya ada janji
bertemu dengan seorang teman. Sudah lama kami tidak berjumpa dan
kebetulan dia datang ke kota ini, tentu saya coba menyediakan waktu
untuk bertemu dengannya.
Namanya Renza.
Dulunya kami teman sekolah menengah, tinggal bersama di sebuah asrama
selama 4 tahun. Setelah tamat SMA kami berpisah dan tidak pernah bertemu
sampai sekarang. Sudah menghampiri enam tahun.
Setahu saya dia orang yang punya selera humor yang tinggi, rajin, dan
kadang-kadang menjadi pendiam yang tiba-tiba. “Dia kayaknya lagi
memirkan sesuatu tuh.” kata teman-teman kalau dia tiba-tiba menjadi pendiam, jauh dari biasanya.
Kabar terakhir tentangnya memang menyedihkan. Setelah tamat SMA dia
jatuh sakit. Badannya kurus. Beberapa kali dioperasi di rumah sakit. Dan
terpaksa tidak melanjutkan kuliahnya. Tapi kemudian dia pulih kembali.
Suatu waktu saya chatting dengannya melalui facebook. Dan saya menanyainya.
“Aduh rumit kalau diceritakan di sini. Nanti sajalah.” Katanya tidak mau membahas tentang penyakitnya itu.
******
Saya pun berangkat ke tempat yang kami janjikan. Di sana dia sudah
menunggu. Rambut keritingnya keliatan menarik ketika dibiarkan panjang
dan dilihat dari jarak jauh. Badannya kelihatan berisi dan wajahnya
putih dan cerah.
“Sudah lama menunggu?”
“Tidak. hanya sejak satu jam yang lalu”
Untuk kedua kalinya disindir hari ini. Tapi kali ini saya harus tertawa ngakak. Dan satu hal yang jelas, dia belum berubah. Selera humornya masih tercium.
Lalu kami ke sebuah warung yang terletak tak jauh dari tempat itu,
memesan kopi dan sarapan pagi, dan mengambil tempat duduk di sudut
ruangan itu. Suasana cukup sepi. Hanya ada kami berdua dalam warung itu.
Mungkin kami adalah pelanggan pertama hari ini.
“Hey, bagaimana sakitnya dulu?” saya langsung menanyainya soal itu.
Dia tertawa sebentar.
“sampai sekarang tidak pernah tahu, saya sakit apa.”
“Kok bisa?” Nada saya sedikit dinaikkan dari biasanya.
“Itu juga yang menjadi keheranan saya selama ini. Awalnya memang hanya
sakit di bagian dada dan demam terus-menerus. Lalu dirawat di rumah
sakit. Setelah seminggu rasanya agak baik, lalu saya pulang ke rumah.
Hanya dua hari di rumah, harus kembali ke rumah sakit. Lalu dioperasi.
“Operasi apa?”
“Ada penyedotan cairan dalam tubuh. Kurang tahu persis istilahnya.
Setelah itu, saya dipulangkan ke rumah. Namun ternyata, kondisi saya
malah memburuk. Saya tidak bisa tidur. Kalaupun tidur, harus posisi
menyamping dan kaki harus ditekuk. Kalau tidur terlentang, rasanya
sakit. Badan semakin kurus dan selalu muntah setiap saat. Nafsu makan
hilang.Dan akhirnya saya mengalami kelumpuhan. Mama dan bapa selalu
bergantian menggendong saya ke WC.”
Dia diam sejenak ketika seorang pelayan datang menghampiri kami. Diletakkannya makanan dan minuman yang kami pesan.
“Bisa dilanjutkan sambil makan?”
“hahaha kau kelihatan sopan sekarang.” katanya setelah mendengar
pertanyaan yang kedengaran formal itu. “Waktu itu saya dibawa lagi ke
rumah sakit. Bapa-mama telah banyak menghabiskan uang untuk sakit selama
enam bulan itu. Dan kali itu saya hanya bertahan satu minggu di rumah
sakit.”
“Kenapa?” saya memotongnya karena penasaran.
“Yeah, pada malam ketika saya dipulangkan ke rumah, saya mempunyai
firasat buruk dan belakangan baru saya tahu itu benar bahwa dokter tidak
bisa menangani saya lagi. Waktu itu saya tidak bisa berbicara lagi, ada
sesuatu yang mengganjal di leher, sehingga saya tidak bisa bertanya,
mengapa saya dipulangkan. Saya dibaringkan dalam mobil. Beberapa orang
duduk mengelilingi saya. Waktu itu saya merasakan kematian sudah mulai
mendekat. Mobil berjalan pelan. Saya memperhatikan semua keluarga yang
duduk mengelilingi saya. Tak satu pun dari mereka yang mau melihat saya.
Ada pancaran kesedihan dari wajah mereka. Lalu sepanjang jalan, saya
seperti ingin memutar kembali semua masa lalu yang saya miliki, termasuk
keinginan-keinginan saya di masa kecil. Tetesan air mata tidak bisa
dihindari lagi ketika saya sadar semuanya akan segera berakhir. “
Ceritanya itu membuat saya berhenti makan sebentar. Benar-benar
menguras rasa empati saya kepadanya dan saya pun menatap langsung ke
bola matanya, seolah-olah ingin mencari tahu, apakah masih ada kesedihan
yang tersisa di sana.
“Lalu kenapa bisa sembuh?”
“Memang setelah itu, rupanya keluarga sudah pasrah dan menunggu saat
yang terburuk terjadi dalam hidup saya. Namun keesokan paginya,
tiba-tiba mama sudah duduk di samping saya. Dia mencium kening saya,
mengolesnya dengan minyak, dan memerciki air sekililing ruangan itu.
Saya agak heran. Pada siang harinya, dia melakukan hal yang sama. Begitu
pun sebelum tidur malam. Bukan hanya hari itu, keesokan harinya dia
melakukan hal yang sama dan pada waktu sama dan pada hari-hari
selanjutnya.”
“Lalu setelah melewati empat hari
dia melakukan hal itu terus dan ketika saya sudah sedikit bisa
berbicara, saya memanggil mama.’Apa yang mama lakukan?’ tanya saya saat
itu. Dia menjawab saya dengan nada yang berat. Katanya, ada seseorang
yang menasehati dia untuk melakukan itu. Ini semacam pengobatan
alternatif atau black magic.”
“Sejak
saat itu saya melihat pengorbanan mama yang sungguh luar biasa untuk
pemulihan penyakit saya. Entah kenapa, setiap kali dia mencium, mengoles
minyak, dan memerciki air ke seluruh ruangan, saya merasa semakin
percaya diri bahwa saya akan sembuh. Harapan saya semakin besar. Apalagi
mama selalu mengatakan, ‘kamu pasti merasa lebih baik hari ini’ kan?’.
Dan memang betul, sejak itu saya semakin membaik dan akhirnya sehat
kembali.”
“Waduh saya sangat terharu mendengar ceritamu.” Saya berkomentar dan sekaligus membuat jeda untuk beberapa saat.
“Ceritanya belum selesai teman.” katanya dengan sedikit tersenyum saat
melihat wajah saya yang terkesan melankolis saat mendengar cerita
menyedihkan itu.
“Oke, harus dituntaskan kalau begitu.”
“Kamu pasti sudah dengar kabar kalau mama saya sudah meninggal dua
tahun lalu. Dan itu juga karena sakit dan dia merahasiakannya dari saya.
Tapi okelah saat ini saya tidak menceritakan itu dulu. Lanjut dari yang
tadi, ketika saya sembuh, saya lalu lanjut kuliah. Dan liburan pertama,
saya kembali ke rumah. Itulah perjumpaan terakhir dengan mama sebelum
dia meninggal.”
“Pada suatu sore, saya
menghampirinya di dapur. Saat itu saya ingin berbicara dari hati ke hati
dengannya tentang sakit yang saya alami dulu. ‘mama, siapa yang
beritahu mama tentang cara penyembuhan alternatif itu dulu?’ tanya saya
saat itu. Mama menatap saya cukup lama sebelum menjawab pertanyaan itu.
Sepertinya ada keraguan yang tersirat dari wajahnya. ‘kenapa kamu ingin
tahu tentang orang itu?’ tanyanya lagi memastikan tujuan dari pertanyaan
saya. ‘saya hanya merasa berhutang budi dengan orang itu dan mau
ucapkan terima kasih.’ Dia tersenyum dan menyuruh saya duduk di sebuah
kursi dan dia mengambil tempat duduk yang berhadapan dengan saya. Kami
duduk berhadapan”
“ Lalu mama memberitahukan
begini, ‘tidak ada yang memberitahu saya tentang itu.’ Dan saat
mendengarnya saya merasa terkejut sekali. Katanya, ‘malam ketika kamu
dipulangkan dari rumah sakit, harapan saya hampir saja lenyap seratus
persen. Semua kami sudah yang ada dalam mobil sudah pasrah. Tapi sebagai
seorang ibu saya menyisakan sedikit harapan dan menguatkan hati bahwa
kamu pasti bisa sembuh, walaupun logika saya mengatakan, semua itu hanya
bahasa penghiburan. Tapi saya tetap menyisakan sedikit harapan itu dan
percaya bahwa kamu bisa sembuh.’”
“Pada malam
itu, ternyata mama tidak bisa tidur. Dia memikirkan, bagaimana
harapannya yang sedikit itu bisa terwujud bahwa saya bisa sembuh. Pada
hari itu dia mengatakan begini,’malam itu, saya sampai pada kesimpulan
bahwa yang bisa menyembuhkan kamu adalah kamu sendiri. Saya percaya
bahwa kamu mempunyai kekuatan dalam dirimu yang bisa menyembuhkan kamu.
Yang dapat saya lakukan hanyalah bagaimana kekuatan itu bisa bekerja.
Dan malam itu saya menemukan ide atau semacam trik. Pagi-pagi saya
mengoleskan minyak di kepalamu, memerciki sekeliling kamar, dan lain
sebagainya. Semua itu dilakukan karena didorong oleh harapan yang
tinggal sepuluh persen walaupun sebetulnya saya sudah pasrah.”
“Dan ternyata apa yang mama pikirkan itu benar. Saya mulai berangsur
membaik, dan harapannya pun bertambah. Lalu pada sore hari itu mama
mengatakan kepada saya, ‘apa yang terjadi padamu adalah mujizat yang
terbesar yang pernah saya alami.’ Ketika dia mengatakan itu, saya tidak
tahan merasa haru. Saya merangkulnya dan menangis. Dan tanpa saya
sadari, ternyata itulah hari terakhir saya memeluknya. Karena
setelahnya, saya kembali dari liburan dan dia meninggal ketika saya
tidak berada di rumah.”
Konsentrasi kami
sedikit terganggu ketika beberapa orang datang ke warung itu. Namun,
saya tetap tidak bisa meneteskan air mata.
“Lalu, apa yang kamu rasa sekarang setelah mama pergi begitu saja
meninggalkan kamu?” dalam kesedihan itu, saya tetap ingin mencari tahu
lebih dalam kisah yang sungguh menyedihkan itu dalam hidupnya.
“Saya menyadari satu hal bahwa besarnya cinta seorang mama telah
membuat saya punya iman bahwa segala sesuatu mungkin sekalipun itu
mustahil, dan bagi saya, mencintai orang lain adalah suatu kewajiban
atau tuntutan moral.”
“Mendalam sekali. Kata teman saya, mencintai orang adalah pilihan.” Saya coba menyelanya.
“Bagi saya itu kewajiban. Barangkali kamu tidak setuju. Tapi saya punya
alasan. Saya sudah merasakan betapa berartinya hidup saya ketika
seseorang mencintai saya setulus hati. Saya ingin semua orang merasakan
bagaimana berartinya hidup mereka ketika mereka dicintai. “
Saya tidak bisa berdebat lagi ketika mendengar jawabannya. Saya hanya
bisa mengangguk-anggukkan kepala entah untuk keberapa kalinya.
******
Tidak terasa kami sudah hampir satu setengah jam dalam ruangan itu.
“Hey kami ada acara Valentine di kelas hari ini. Saya mungkin sudah terlambat.”
“hahahha kamu bawa kado apa?”
“Coklat. Coklat artinya cinta sih, kata orang.” ujar saya dengan
sedikit agak malu. Lalu kami berdua berpisah saat itu. Saya berjalan ke
kampus. Di tengah perjalanan itu, sebuah pertanyaan menganggu saya.
“Apakah artinya cinta buat saya?” tanya saya dalam hati.
Terinsipirasi kisah nyata, dan diracik dengan banyak bumbu imajinasi hahhaa
Baguio, 14 Februari 2014
Membeli Cinta
-
Di sebuah daerah tinggalah seorang saudagar yang kaya raya. Dia mempunyai
seorang hamba yang sangat lugu. Begitu lugunya, hingga orang memanggilnya
“si bo...
10 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar